Tesis Magister Management Pendidikan - T 36

KEBIJAKAN AKREDITASI SEKOLAH BERKAITAN DENGAN PENINGKATA MUTU HASIL BELAJAR SISWA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang  Masalah 
Menghadapi tantangan pendidikan di masa depan, kita harus keluar dari kebiasaa atau pradigma lama yang cenderung bersifat rutinitas, tidak efektif dan efisien. Kita harus berani dan berinsiatif untuk melakukan berbagai terobosan baru, dan membiasakan diri berfikir prioritas, sehingga dapat secara optimal berkontribusi  terhdap keseluruhan proses pembaharuan pendidikan, yang didasari oleh knowledge, networking dan moral yang tinggi untuk membangun.
Undang – undang No. 22 Tahun 1999 menuntut adanya perubahan manajemen pendidikan dari sentralistik ke desentralistik. Ini berarti bahwa proses pembambilan keputusan yang dahulu terpusat sekarang bergeser ke unit – unit kelembangan pendidikan yang makin kecil di tingkat pemerintah daerah sampai tingkat komunikasi sekolah. Pergeseran ini bahwa proses pemgambilan keputusan pendidikan diharapkan menjadi lebih terbuka, dinamis, dan demokratis. Hal ini membawa implikasi bahwa peran serta orang tua, peserta didik, masyarakat, dan guru menjadis angat penting dalam pengambilan keputusan ( Depdiknas, 2002:3)

Pelaksanaan otonomi pendidikan juga menuntut perubahan dalam system supervise yang bukan saja mengembang fungsi pengawasan tetapi juga fungsi pembinaan terhadap penyelenggaraan pendidikan. Pengawasan dan pembinaan sebagai bagian dari manajemen harus dapat berjalan seimbang dengan fungsi manajemen lainnya agar dapat dicapai peningkatan kinerja penyelenggaraan pendidikan secara optimal. Pelaksanaan otonomi daerah mempunyai implikasi terhadap tuntutan pelaksanaan proses evaluasi yang lebih professional, objektif, jujur dan transparan sebagai rangkaian dari pengawasan dan pembinaan sekolah dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan.
Proses evaluasi terhadap seluruh aspek pendidikan harus diarahkanh pada upaya untuk menjalin terselenggaranya layanan pendidikan yang berkualitas dan memberdayakan mereka yang dievaluasi sehingga menghasilkan lulusan pendidikan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Artinya pihak yang dievaluasi, apakah itu administrator pendidikan, kepala sekolah, guru atau siswa akan merasakan bahwa kegiatan evaluasi membantu untuk mengenal berbagai kelebihan dan kekurangannya, serta memberikan arah yang jelas dilakukan untuk mencapai kualitas pendidikan yang lebih baik. Oleh karena itu evaluasi harus dilakukan secara berkesinambungan, komprehensif, dan transparan serta memotivasi peserta didik dan pengelola pendidikan untuk terus menerus berupaya meningkatkan mutu kegiatan pembelajaran dan pendidikan.
Sehubungan dengan prinsip evaluasi di atas, untuk menjaga komparabilitas dan pengakuan kualitas input, proses dan hasil dari setiap lembaga pendidikan perlu dilakukan akreditasi yang merupakan kegiatan evaluasi yang bersifat eksternal oleh suatu institusi akreditasi yang independent dan berwenang untuk itu.
Proses akreditasi tersebut harus dilakukan secara berka;la dan terbuka dengan tujuan membantu dan memberdayakan lembaga pendidikan agar mampui mengembangkan sumber daya dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, penilaian terhadap kualitas pendidikan secara berka;la merupakan bagian yang penting dari proses akreditasi. Untuk tujuan yang mewakili para stakeholder, seperti perwakilan asosiasi profesi,  praktisi pendidikan, dan masyarakat pengguna lulusan.
Salah satu program pemerintahan yang sedang dilaksanakan sekarang adalah meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Peningkatan mutu di setiap satuan pendidikan, diarahkan pada upaya terselenggaranya layanan pendidikan kepada  pihak yang berkepentingan atau masyarakat. Upaya yang terus menerus dilakukan dan berkesinambungan diharapkan dapat memberikan layanan pendidikan bermutu dan berkualitas, yang dapat menjamin bahwa proses  penyelenggara pendidikan di sekolah sebagai satuan pendidikan diharapkan dapat meningkatkan mutu sumberdaya manusia secara nasional. 
Bila mutu pendidikan hendak diperbaiki, maka perlu ada pimpinan dari professional pendidikan. Manajemen mutu merupakan sarana yang memungkinkan para professional pendidikan dapaty  beradaptasi dengan               “ kekuatan perubahan “ yang memikul system  pendidikan bangsa kita. Pengetahuan yang diperlukan untuk memperbaiki system pendidikan  kita sebenarnya sudah ada dalam komunikasi pendidikan kita sendiri ( Jerome S. Aecaro, 2006:1 – 2).

Sekarang ini, mutu menjadi satu – satunya hal yang sangat penting dalam pendidikan, bisnis dan pemerintaha. Perlu kita sadari bersama bahwa saat ini memang ada masalah dalam system pendidikan dimana lulusan SMTA atau perguruan tinggi tidak siap memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga masalah ini berakibat bagi masyarakat. Para siswa yang tidak siap warga Negara yang bertanggung jawab dan prosuktif  itu, akhirnya hanya  jadi beban masyarakat. Para siswa itu adalah produk sistem pendidikan yang  tidak terfokus pada mutu, yang akhirnya akan memberatkan anggaran kesejahteraan social saja. Adanya lulusan lembaga pendidikan yang seperti itu berdampak pula pada system paradilan criminal, lantara mereka tidak dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan generasi mendatang, dan yang lebih parah lagi, akhirnya mereka menjadi warga Negara yang merasa terasing dari masyarakatnya.
Sejumlah isu yang dipaparkan di atas menunjukkan perlunya suatu agenda reformasi yang didorong oleh keinginan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar di Indonesia. Agenda ini harus didasari pada peningkatan kapasitas  manajemen dan akuntabilitas di setiap tingkat pemerintahan, pemberdayaan sekolah dalam membuat perencanaan dan melaksanakan strategi mereka sendiri daya fiskal daerah dalam pendidikan, menciptakan mekanisme pertukaran dan penggunaan informasi dalam suatu system yang menyeluruh, membangun kemampuan pengajaran yang lebih baik dan memperjelas kembali struktur kelembagaan pusat untuk menyesuaikan amanat baru dari rakyat. Sekarang merupakan waktu yang tepat untuk melaksanakan agenda perubahan ini dengan segera dimana pemerintahan baru berada di bawah kepemimpinan baru telah memperoleh mandat besar dari rakyat Indonesia. 
Di wilayah Kabupaten Magelang, peneliti melihat bahwa SMA Negeri 1 Salaman Kabupaten Magelang sebagai salah satu Sekolah Tingkat Atas Negeri. Tampaknya dari waktu ke waktu  senantiasa mengadakan pembenahan system dan manajemen dengan tujuan untuk memenuhi segala tuntutan perbaikan mutu pendidikan dan output yang dapat diandalkan gyna menghadapi era globalisasi. Upaya – upaya tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang diformasikan dengan judul : “ Kebijakan Akreditasi Sekolah Berkaitan Dengan Peningkata Mutu Hasil Belajar Siswa ( Studi di SMA Negeri 1 Salaman Kabupaten Magelang )”.

B.     Perumusan Masalah
 Berdasarkan latar belakang di atas dapat diriumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah standar acuan akreditas Sekolah di SMA Negeri 1 Salaman Kabupaten Magelang ?
2.      Bagaimanakah pelaksanaan akreditas Sekolah di SMA Negeri 1 Salaman Kabupaten Magelang ?
3.      Bagaimanakah hubungan akreditas sekolah  dengan peningkatan mutu hasil  belajar siswa di SMA Negeri 1 Salaman Kabupaten Magelang ?


C.    Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui standar acuan akredita Sekolah di SMA Negeri 1 Salaman Kabupaten Magelang
2.      Untuk mengetahui pelaksanaan akreditasi Sekolah di SMA Negeri 1 Salaman Kabupaten Magelang
3.      Untuk mengetahui  hubungan akreditasi sekolah dengan pengingkatan mutu hasil belajar siswa di SMA Negeri 1 Salaman Kabupaten Magelang.

D.    Manfaat Penelitian
1.      Bagi Penulis
Sebagai sarana untuk menerapkan dan mengembangkan teori serta pengetahuan yang diperoleh dibangku kuliah maupun literature- literature , dalam reality pendidikan 
2.      Bagi lembaga pendidikan
Untuk  memberi masukan – masukan bagi lembaga pendidikan yang bersangkutan dalam rangka memeperbaiki mutu pendidikan
3.      Bagi pihak lain
Diharapkan hasil penelitian ini akan menambahkan khasanah ilmu pengetahuan khususnya manajemen sistem pendidikan.
 

Untuk kelengkapan Data/File, Hubungi 081567694016

Skripsi Ekonomi - E 475

ANALISA STRATEGI PENGEMBANGAN PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH 
KOTA PADANG



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah: keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal (UU Kesehatan, 1995).
Peningkatan derajat kesehatan dilakukan melalui peningkatan kualitas dan kelayakan kesehatan yang merata dan terjangkau pada seluruh masyarakat baik secara geografis maupun ekonomi membutuhkan penyediaan sarana pelayanan kesehatan sebagai fasilitasnya. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang kompleks dan mempunyai fungsi yang lebih luas menyangkut fungsi peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan rehabilitasi dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat.
Jasa pelayanan kesehatan salah satu kebutuhan yang penting, seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya arti kesehatan. Salah satu lembaga yang menangani masalah pelayanan kesehatan adalah lembaga berbentuk rumah sakit. Rumah sakit sebagai salah satu lembaga yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan yang selama ini, merupakan lembaga yang tidak mencari keuntungan yang optimal dalam tujuan pendiriannya. Rumah sakit secara khusus merupakan suatu lembaga yang menangani masalah kesehatan yang bersifat non profit oriented. Selain itu rumah sakit tidak membatasi jumlah pasien yang dilayani, sesuai dengan tujuannya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Masyarakat masih memandang bahwa pelayanan kesehatan dari rumah sakit sebagai suatu pelayanan  jasa yang bersifat sosial, sehingga dianggap tidak etis untuk menerapkan prinsip profit maximation dalam industri pelayanan kesehatan. Rumah sakit sesuai dengan sifatnya, tidak bertujuan mencari laba atau non profit, tapi bukan berarti rumah sakit tidak mencari laba dalam operasinya. Semenjak otonomi daerah fungsi rumah sakit mengalami pergeseran yakni dari fungsi sosisl menuju fungsi ekonomi. Laksosono (2005) mengatakan bahwa keberadaan rumah sakit sebagai fungsi sosial yang nonprofit, pada akhir abad sekarang telah berubah menjadi fungsi ke arah ekonomi.
Rumah Sakit Umum Daerah yang selanjutnya disebut RSUD Kota Padang merupakan salah satu rumah sakit umum kelas C yang merupakan instansi Pemerintah Kota Padang dan terletak di wilayah kerja Puskesmas Belimbing Kecamatan Kuranji, ditujukan bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat maka diperlukan pelayanan jasa yang bernilai lebih baik secara kualitas maupun kuantitas (Azwar, 1996:89).
Untuk Daerah Kota Padang dan sekitarnya RSUD Kota Padang cukup dikenal oleh masyarakat. Bila diperhatikan dari jumlah kunjungan pasien ke RSUD Kota Padang dari tahun ke tahun terlihat adanya peningkatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat perkembangan kunjungan pasien RSUD Kota Padang  pada tabel di bawah ini.

Tabel 1.1 
Perkembangan Jumlah kunjungan Pasien
Pada RSUD Kota Padang

No
Uraian
Tahun
2004
2005
2006
1
Jumlah Pasien
14.257
35.339
60.402
2
Pasien Rawat Inap
1.408
1.521
2.581
3
Poliklinik
3.524
11.088
13.710
4
BOR
50,2 %
103,75 %
178 %
5
LOS
4
7
5
Sumber : Data RSUD Kota Padang tahun 2006

            Pada tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa jumlah kunjungan pasien tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebanyak 60.402 pasien dan jumlah kunjungan yang terendah pada tahun 2004 yaitu 14.257 pasien. Jumlah pasien rawat inap juga tertinggi pada tahun 2006 yaitu 2.581 pasien dan terendahnya tahun 2004 yaitu 1.408 pasien. Jumlah jumlah kunjungan pasien untuk poliklinik, BOR (tingkat penempatan tempat tidur) juga tertinggi pada tahun 2006 dan terendahnya juga pada tahun 2004, dan untuk LOS pada tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 2 hari dari tahun 2005 dimana angka tertingginya terjadi pada tahun 2005 yaitu 7 hari, ini dapat disimpulkan bahwa perkembangan jumlah pasien dari ketiga tahun di atas selalu mengalami peningkatan.

RSUD Kota Padang diharapkan selalu meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanannya, terutama dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang kurang mampu. Sebagai rumah sakit unit swadana juga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi Kota Padang yang dapat dicapai melalui pembenahan dan peningkatan sarana dan prasarana, peralatan dan bahan operasional serta sumber daya manusia. Hal ini jelas memerlukan biaya yang besar dan strategi yang tepat (Perda No. 02 ,2006).
RSUD Kota Padang berupaya untuk meningkatkan pelayanan yang bermutu dan efisien sesuai dengan tujuan, tentunya masih ditemukan kekurangan, kelemahan, hambatan dan masalah, salah satunya adalah persaingan dengan rumah sakit lainnya. Setiap perusahaan yang bersaing dalam suatu industri mempunyai strategis bersaing eksplisit atau implisit, pokok perumusan strategi bersaing adalah menghubungkan perusahaan dengan lingkungannya, walaupun lingkungan yang relevan sangat luas, meliputi kekuatan-kekuatan sosial sebagaimana juga kekuatan-kekuatan ekonomi (Porter, 1992:3).
Untuk meningkatkan dan merebut pangsa pasar dalam industri kesehatan, maka RSUD Kota Padang yang menyelenggarakan jasa kesehatan selayaknya memiliki strategi yang tepat dan akurat. Strategi ini amat penting diterapkan agar pencapaian posisi tersebut dapat tercapai apalagi para pesaing semakin gencar untuk merebut pasar jasa kesehatan. RSUD Kota Padang adalah rumah sakit milik Pemerintah Kota Padang tetapi biaya operasional dicari sendiri RSUD, oleh karena itu RSUD harus mempunyai suatu strategi pengembangan agar selalu eksis berada di dalam industri kesehatan. Menurut Laksosno (2005), lembaga tanpa strategi mempunyai resiko memberikan pelayanan seadanya, lembaga menjadi tidak memiliki daya yang menarik masyarakat menjatuhkan pilihan menggunakan jasa lembaga tersebut.
Berdasarkan dari uraian diatas, penulis tertarik untuk membahasnya lebih lanjut dalam bentuk skripsi dengan judul: Analisa Strategi Pengembangan Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padang.

1.2  Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini bagaimanakah strategi pengembangan yang dilakukan oleh RSUD Kota Padang untuk merebut pangsa pasar.

1.3  Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan masalah tersebut diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1.      Mengidentifikasi faktor-faktor internal RSUD Kota Padang
2.      Mengidentifikasi faktor-faktor eksternal RSUD Kota Padang
3.      Mengetahui strategi pengembangan RSUD Kota Padang ke depan

1.4  Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1.      Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan dan merupakan salah satu kesempatan untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat dalam perkuliahan, serta dapat membandingkan teori dengan praktek yang ada pada RSUD Kota Padang.
2.      Bagi RSUD Kota Padang
Sebagai masukan bagi pimpinan RSUD Kota Padang dan Pemda Kota Padang dalam upaya melakukan strategi pengembangan yang sempurna
3.      Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat memberikan tambahan referensi terutama penelitian yang berkaitan dengan analisa strategi pengembangan pada RSUD.

1.5  Pembatasan Masalah
Rumah sakit umum daerah Kota Padang  bertujuan memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kota Padang dan sekitarnya. Agar lebih terarah dan tercapainya tujuan dalam membahas permasalahan yang diteliti, maka penulis membatasi masalah mengenai strategi pengembangan pada RSUD Kota Padang.


Untuk kelengkapan Data/File, Hubungi 081567694016

Skripsi Ekonomi - E 231

ANALISIS PENGARUH PERSEPSI UPAH DAN KONDISI KERJA TERHADAP
PRODUKTIVITAS KARYAWAN : STUDI PADA PT. PANCA BINTANG TUNGGAL 
SEJAHTERA DI SUKOHARJO


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia diakui sebagai sumber daya organisasi vital dan sentral di mesa yang akan datang. Sumber daya manusia senantiasa melekat pada setiap sumber daya organisasi apa, pun sebagai faktor penentu keberadoan dan peranannya dalam memberikan kontribusi ke arah pencapaian tujuan organisasi secara efektif
Organisasi ada, di tengah-tengah masyarakat dan diciptakan oleh masyarakat. Di dalam suatu masyarakat banyak faktor yang mempengaruhi organisasi, dan manajemen harus bersikap tanggap terhadap faktor-faktor itu. Setiap organisasi harus tanggap terhadap: kebutuhan para pelanggan atau kliennya, kendali hukuman dan politis, serta perubahan ekonomi, teknologi dan pembangunan. Model tersebut mencerminkan kekuatan-kekuatan lingkungan yang berinteraksi di dalam organisasi.
Di tengah kondisi krisis ekonomi yang berkepanjangan seperti sekarang ini, faktor efektivitas dan efisiensi dalam menjalankan kegiatan perusahaan merupakan hal yang mutlak diperlukan. Dengan adanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan perusahaan maka usaha untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi dengan sumber daya yang terbatas akan dapat diwujudkan.
Untuk dapat mencapai produktivitas yang tinggi dari suatu perusahaan, maka faktor produktivitas kerja karyawan merupakan hal yang sangat penting dalam usaha untuk mewujudkan hal tersebut. Karena itu perhatian. terhadap produktivitas kerja karyawan perlu dilakukan agar perusahaan dapat mencapai produktivitas yang tinggi. Untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan maka seorang pimpinan perusahaan harus memahami faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja seorang karyawan.
Berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan tersebut, Sinungan (2000 : 64) berpendapat bahwa :
“Terdapat dua kelompok syarat bagi produktivitas perorangan yang tinggi. Pertama: meliputi tingkat pendidikan dan keahlian, jenis teknologi dan hasil produksi, kondisi kerja, kesehatan, serta kemampuan fisik dan mental. Kedua: meliputi sikap terhadap tugas maupun teman sejawat dan pengawas, keaneka ragam tugas, sistem upah dan bonus, kepuasan kerja, keamanan kerja, kepastian pekedaan, serta perspektif dari ambisi dan promosi.”
Terdapat kesepakatan antara para ahli ilmu keperilakuan dan para manajer bahwa imbalan ekstrinsik dan intrinsik dapat digunakan untuk memotivasi prestasi kerja. Juga jelas dipahami bahwa kondisi tertentu harus ada jika imbalan dimaksudkan untuk memotivasi prestasi kerja yang baik; yaitu imbalan harus dinilai oleh orang yang bersangkutan dan imbalan harus berkaitan dengan tingkat prestasi kerja yang akan dimotivasi.
Pembuat kebijakan dan pengamat finansial menyebutkan bahwa tekanan upah dan produktivitas memiliki faktor utama dalam menjelaskan inflasi. Peningkatan dalam produktivitas karyawan diasosiasikan dengan kurang lebih suatu kesatuan peningkatan dalam upah riil ( Strauss, 2001). Dalam hasil penelitiannya menyarankan bahwa suatu kestabilan, adanya hubungan jangka panjang antara harga dan upah ditentukan produktivitas sebaik seperti upah riil dan produktivitas untuk kebanyakan, tapi tidak semua industri. Dalam penerpuannya menyimpulkan bahwa upah adalah reaktif, bukan pro aktif pada inflasi. Dalam waktu yang sama pergerakan produktivitas mempengaruhi upah riil, yang konsisten dengan pasar buruh yang efisien.
Apa keuntungan dari peningkatan produktivitas? Dengan peningkatan produktivitas nasional (makro) maka kemampuan bersaing meningkat khususnya dalam perdagangan internasional yang menambah pendapatan negara, meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Di tingkat perusahaan (mikro), dengan peningkatan produktivitas perusahaan akan memperkuat daya saing perusahaan karena dapat memproduksi dengan biaya yang lebih rendah dan mutu produksi lebih baik, menunjang kelestarian dan perkembangan perusahaan, menunjang terwujudnya hubungan industrial yang lebih balk dan mendorong terciptanya perluasan lapangan kerja. Di tingkat individu akan meningkatkan pendapatan, meningkatkan harkat dan martabat serta pengakuan potensi individu serta meningkatkan motivasi keda dan keinginan berprestasi.
Para manajer perlu mengetahui bahwa karyawan mereka bereaksi terhadap persepsi, bukan terhadap kenyataan. Jadi, apakah penghargaan manajer terhadap seorang karyawan sesungguhnya objektif dan tidak bisa atau apakah tingkatan upah organisasi sesungguhnya satu di antara yang tertinggi dalam industri dianggap kurang relevan dengan apa yang karyawan rasakan (Robbins, 2002 : 52).
Perolehan seperti upah, promosi, teguran, atau pekerjaan yang lebih balk mempunyai nilai yang berbecia bagi orang yang berbeda. Hal ini terjadi karena setup orang mempunyai kebutuhan dan persepsi yang berbeda. Jadi, dalam mempertimbangkan imbalan mans yang akan dipakai, seorang manajer harus aril mempertimbangkan perbedaan individual. Jika imbalan yang bernilai digunakan untuk memotivasi, karyawan akan mengerahkan upaya untuk mencapai tingkat prestasi yang tinggi.
Pada umumnya diketahui bahwa isyu proses, pemberian imbalan tertentu harus dibahas jika ingin mencapai sasaran. Yaitu, harus, ada imbalan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, orang membandingkan antara imbalan yang mereka terima dan imbalan yang diterima orang lain dan perbedaan individual dalam pilihan jenis imbalan merupakan masalah yang penting dipertimbangkan.
Di dalam dunia usaha, pengupahan merupakan hal yang sewajarnya sebagai bentuk kompensasi atas kontribusi yang diberikan karyawan kepada. perusahaan. Jadi ketlka perusahaan merekrut karyawan yang diharapkan adalah karyawan dapat menjalankan serangkaian pekerjannya untuk menghasilkan barang atau jasa yang mendukung kegiatan usaha sehingga menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Keuntungan yang didapat tersebut salah satunya digunakan perusahaan untuk membenikan kompensasi berupa upah kepada karyawan. Jadi keberadaan karyawan dalam suatu perusahaan adalah dalam kerangka bisnis kemitraan dan bukan kerangka kegiatan sosial.
Pemberian upah dari perusahaan kepada karyawan adalah bagian dari cara pengeJolaan karyawan untuk meningkatkan kepuasan karyawan. Pemberian upah sangat penting untuk memotivasi seseorang karyawan untuk bekerja dan mencapai produktivitas tinggi, karyawan yang menerima upah sesuai atau layak mereka bekeda lebih tenang karena sudah bisa memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya. Upah yang layak dan sesuai dengan kemampuan kerja mereka adalah wujud penghargaan yang diberikan perusahaan kepada karyawan atas kerja mereka sehingga dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.
Oleh karena itu, bila suatu perusahaan ingin maju dan sukses maka perusahaan hares dapat bekerja sama dengan para karyawannya. Bila faktor­faktor yang mendukung produktivitas kerja terpenuhi, maka karyawan akan mencapai produktivitas kerja yang baik sehingga produktivitas kerja karyawan dapat ditingkatkan.
Dari penelitian sebelumnya yang dibuat oleh Agny Rustikasari (2002), setiap perusahaan tentunya menginginkan adanya kemajuan dalam usahanya atau dengan kata lain menginginkan produktivitasnya meningkat. Peningkatan produktivitas tidak hanya tergantung pada penggunaan mesin yang serba modern, modal yang besar, dan bahan bake yang banyak, tetapi juga tergantung pada tenaga kerjanya. Tenaga kerja yang dalam hal ini adalah karyawan merupakan salah satu bagian dari perusahaan dan aset penting yang harus dipelihara demi perkembangan dan kemajuan perusahaan. Oleh karena itu, seorang pimpinan perusahaan harus selalu memperhatikan nasib karyawan dengan menciptakan usaha-usaha guna mendorong para karyawan untuk selalu.bersedia bekerjasama sehingga tujuan bersama dapat tercapai. Maka penulis ingin mereplikasi dengan judul : ANALISIS PENGARUH PERSEPSI UPAH DAN KONDISI KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KARYAWAN : STUDI PADA PT. PANCA BINTANG TUNGGAL SEJAHTERA DI SUKOHARJO.

B.     Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah:
1.      Apakah ada pengaruh yang signifikan antara kondisi kerja dengan produktivitas kerja karyawan?
2.      Apakah ada pengaruh yang signifikan antara persepsi upah dengan produktivitas kerja karyawan?
3.      Apakah persepsi upah dan kondisi kerja secara bersama-swna mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan?

C.    Tujuan Penelitian
Sebagaimana layaknya suatu penelitian yang dilakukan pasti mempunyai tujuan tertentu, demikian pula dalam penelitian ini tujuan yang diharapkan akan dapat dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengaruh antara kondisi kerja dengan produktivitas kerja karyawan.
2.      Untuk mengetahui pengaruh antara persepsi upah dengan produktivitas kerja karyawan.
3.     Untuk mengetahui faktor yang mempunyai pengaruh lebih signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan.

D.    Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
  1. Bagi Perusahaan
Dapat memberikan masukan tentang masalah upah, kondisi kerja yang dapat begengaruh pada produktivitas kerja karyawan.
  1. Bagi Kalangan Akademis
Dapat menjadi fondasi untuk pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan persepsi upah, kondisi keda serta produktivitas.


 Untuk kelengkapan Data/File, Hubungi 081567694016

Skripsi Pendidikan (PTK) - Pd 539


PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA 
DENGAN PENGGUNAAN MEDIA BUKU CERITA BERGAMBAR
KELAS VII SISWA TUNA RUNGU DI SLB-B YPPLB


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupun sehari-hari di masyarakat terdapat berbagai karakteristik manusia. Ada yang mengalami kelainan mata, telinga atau organ bicara, mental, tubuh dan lain-lain. Bahkan ada pula yang mengalami lebih lari satu jenis kelainan atau juga disebut kelainan ganda. Namun sebagian besar masyarakat kita tergolong normal.
Manusia dalam pergaulannya memerlukan bahasa. Bahasa merupakan sarana komunikasi yang sangat vital. Kita mengetahui bahwa di dalam pergaulan manusia di dunia tidak ada yang lebih penting selain komunikasi. Komunikasi tujuannya untuk menyampaikan pikiran atau pesan dari seseorang kepada orang lain. Berkomunikasi dapat dilakukan dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tulis, bahasa isyarat tangan dan sebagainya. Bagi anak normal hal ini perlu latihan untuk menguasainya, apalagi bagi anak tuna rungu yang memiliki banyak kekurangan.
Anak tuna rungu memiliki kekurangan salah satu kemampuan yang  sangat penting untuk mengembangkan kemampuan berbicara dan berbahasa. Berbicara dan berbahasa merupakan media utama untuk mengadakan interaksi dengan lingkungan. Selain itu anak tuna rungu memiliki kosa kata yang sedikit dibandingkan dengan anak yang mendengar pada umumnya. Dengan demikian pemahaman anak tuna rungu terhadap bahasa sedikit sekali sehingga sering disebut anak yang miskin bahasa. Berkaitan dengan pernyataan ini, Purbaningrum (2001:6) menyatakan bahwa,
Pada umumnya segi bahasa anak tuna rungu memiliki ciri-ciri yang khas yaitu miskin kosa kata, sulit memahami kalimat yang panjang dan berhubungan, sulit memahami ungkapan-­ungkapan yang mengandung arti kiasan atau kata-kata yang abstrak, sulit menguasai irama dan gaya bahasa.

Kurangnya akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan seringkali menyebabkan anak tuna rungu menafsirkan sesuatu secara negatif atau salah dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya. Emosi anak tuna rungu selalu bergolak, disatu pihak karena kemiskinan bahasanya dan dipihak lain karena pengaruh dari luar yang diterimanya.
Bahasa sebagai alat komunikasi memiliki kemampuan untuk mendekatkan hubungan sosial, ekonomi dan budaya untuk mengembangkan. memajukan masyarakat datam segala aspek kehidupannya. Untuk itu dibutuhkan kemampuan atau keterampilan seseorang dalam menggunakan bahasa. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Sefanjutnya, ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia untuk tuna rungu tingkat menengah mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi beberapa aspek diantarannyaa keterampilan berbicara.
Ketrampilan berbicara adalah bagian dari keterampilan menyimak berbahasa yang merupakan catur tunggal yaitu keterampilan menyimak, bebicara, membaca dan menulis. (Caray Label, 2008 dalam http/Makalah dan Aripsi.blog.spot,com, diakses 9 maret 2009).
Berdasarkan uraian di atas, berbicara atau bercerita sebagai salah satu keterampilan berbahasa mempunyai peranan yang sangat penting artinya bagi anak tuna rungu di samping dapat digunakan bekal sekolah pada jenjang yang lebih atas berfungsi untuk menyerap informasi dari berbagai ilmu pengetahuan. Untuk terampil berbicara atau bercerita diperoleh dengan jalan praktik dan banyak latihan.
Dalam pengembangan Standart Kompetensi dan Komponen Dasar Bahasa Indonesia kelas VII semester kedua SMPLB-B, keterampilan berbicara diperoleh dari kemampuan yang dimiliki terlebih dahulu yaitu kemampuan menceritakan kembali secara tertulis. Sehubungan dengan kemampuan menceritakan kembali yang terjadi melalui proses yaitu secara tertulis sebagaimana disampaikan di atas, untuk proses secara tertulis itu bisa berhasil dengan baik dengan menggunakan diantara salah satu teknik yaitu merangkum. Maka untuk meningkatkan keterampilan berbicara atau menceritakan kembali dengan menggunakan teknik merangkum dibutuhkan suatu media berupa buku cerita bergambar.
Azhar Arsyad (1997:3), mengemukakan bahwa media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya.
Melihat kenyataan yang ada di SLB-B YPPLB Ngawi bahwa pembelajaran bahasa Indonesia khususnya berbicara untuk anak kelas VII masih rendah. Hal ini terlihat dari berbagai aspek bicaranya antara lain:
1.      Nada bicara anak tidak beraturan.
2.      Ucapan bicara anak masih terputus-putus.
3.      Teriadi nenghilangan beberapa kata dalan, bicaranya.
4.      Susunan kata dalam kalimat bicaranya masih kacau atau dibolak balik.
Menurut pengamatan peneliti, kondisi tersebut masih belum mendapatkan penanganan yang sesuai guna menuju ke arah perbaikan dalam peningkatan kemampuan berbicara anak. Oleh karena itu, penulis terdorong untuk mengadakan penelitian lebih lanjut guna mengetahui seberapa besar peningkatan keterampilan berbicara dengan penggunaan media buku cerita bergambar kelas VII pada siswa tuna rungu di SLB-B YPPLB Ngawi tahun pelajaran 2008/2009.

B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dalam penelitian ini melibatkan beberapa aspek sebagai berikut.
1.      Apakah keterampilan berbicara diajarkan di kelas VII Sekolah Menengah Luar Biasa?
2.      Media apakah yang sering digunakan guru dalam mengajar?
3.      Apakah teknik berbicara menggunakan media buku cerita bergambar sudah digunakan di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa?
4.      Apakah buku cerita bergambar digunakan dalam pembelajaran berbicara di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa?
5.      Apakah kemampuan siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama dalam berbicara dengan menggunakan media buku cerita bergambar meningkat?

C.    Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
  1. Subjek penelitian  siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa di SLB-B YPPLB Ngawi tahun pelajaran 2008/2009.
  2. Objek penelitian: keterampilan berbicara dengan penggunaan buku cerita bergambar.

D.    Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah di atas identifikasi masalah dan pembatasan masalah permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut. “Apakah keterampilan berbicara siswa tuna rungu kelas VII- SLB-B YPPLB Ngawi tahun pelajaran 2008/2009 dapat di tingkatkan dengan pengggunaan media buku cerita bergambar?”.

E.     Tujuan Penelitian
Secara operasional, tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian adalah untuk mendiskripsikan peningkatan keterampilan berbicara dengan penggunaan media buku cerita bergambar kelas VII siswa tuna rungu di SLB­B YPPLB Ngawi tahun pelajaran 2008/2009.
F.     Kegunaan Penelitian
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya keterampiian berbicara dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Sementara itu secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1.      Siswa
a.       Menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (Nasional) dan bahasa negara.
b.      Memahami bahasa Indonesia dari aspek berbicara serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.
c.       Memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkat­kan kemampuan intelektual, dan kematangan sosial.
d.      Memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara).

2.      Guru
a.       Membekali guru dalam menentukan materi pengajaran bahasa Indonesia khususnya tentang keterampilan berbicara.
b.      Membantu guru mengembangkan kreatifitas dalam mengajar berbicara di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa.
c.       Membantu guru dalam memecahkan masalah-masalah yang timbul pada saat berlangsungnya pembelajaran berbicara di kelas.
d.      Memberi umpan balik bagi guru bahasa Indonesia agar dimasa yang akan datang dapat memperbaiki kualitas mengajar.
3.      Sekolah
Melengkapi sarana dan prasarana belajar bahasa Indonesia untuk meningkatkan prestasi belajar siswanya, (termasuk buku cerita bergambar).

 Untuk kelengkapan Data/File, Hubungi 081567694016